Kamis, 17 Maret 2016


Teringat pesan ayahku dulu, nak, dalam menghadapi dunia ini contohlah filosofi hidup seorang semar. "Bagaimana semar menyikapi dunia ini" tanyaku. Ia pun menjawab. Semar selalu menangis ketika perutnya kenyang dan tertawa ketika ia sedang lapar. Mendengar hal tersebut ŚàŷĄ pun bertanya kembali. "Loh, kok...apa tidak terbalik yah?" Tanyaku dengan nada agak tinggi pertanda sedikit kaget. Melihat responku demikian. Ayah pun tersenyum seraya berkata ringan sambil menjelaskan. 
Nak, semar akan sangatlah merasa bersedih ketika perutnya kenyang krn makanan. Menurutnya, ketika rasa kenyang datang, setelah ΐtц pula rasa lapar akan menghampirinya. Sebaliknya, ia akan merasa sangat senang ketika lapar tiba krn stelah lapar tiada, pastilah kenyang menyambut.
Tidak ada alasan bagi kita berlarut-larut dalam kesedihan. Kesedihan semata-mata menghantar kita terhadap proses pendewasaan diri. Karena kesedihan pula kebahagiaan бı̣̣ŝα dirasa. Atau sebaliknya, euforia yang terlalu akan menanamkan sifat kedengkian dan kesombongan dalam diri. Karenanya seseorang akan ayal tentang segalanya. Padahal semuanya hanyalah sementara.
Akhirnya, kita haruslah.bijak menyikapi semua hal ÿâňģ terjadi. Yakinlah bahwa di balik kegembiraan pastilah ada kesedihan. Di balik kesedihan siaga pula kegembiraan. "Ketika kita menatap bunga, janganlah terbuai akan keindahannya. Karena, dibalik keindahannya, tersimpan duri ÿâňģ kapanpun siap menusuk melukai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar